Sunday, January 2, 2011

“ A E R O S O L “

A. Pengertian

Menurut FI.ed.IV aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas dibawah tekanan, mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan.

Aerosol busa adalah emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif, surfaktan, cairan mengandung air atau tidak mengandung air dan propelan.

Dalam literatur lain, aerosol adalah suatu sistem koloid lypofob (hydrofil), dimana fase eksternalnya berupa gas atau campuran gas dan fase internalnya berupa partikel zat cair yang terbagi sangat halus atau partikel-partikelnya zat padat, ukuran partikel tersebut lebih kecil dari 50 µm.

Aerosol farmasi adalahbentuk sediaan yang diberi tekanan, mengandung satu atau lebih bahan aktif yang bila diaktifkan memancarkan butiran-butiran cairan dan/atau bahan-bahan padat dalam media gas.”.

B. Keuntungan dan Kerugian

1. Keuntungan

a. Mudah digunakan dan sedikit kontak dengan tangan.

b. Bahaya kontaminasi (kemasukan udara dan penguapan selama periode tak digunakan) tidak ada, karena wadah tertutup kedap.

c. Iritasi yang disebabkan pemakaian topikal berkurang.

d. Takaran yang dikehendaki dapat diatur.

e. Bentuk semprotan dapat diatur.

Beberapa keistimewaan aerosol farmasi yang dianggap menguntungkan lebih dari bentuk sediaan lain adalah sebagai berikut :

a. Sebagian obat dapat dengan mudah diambil dari wadah tanpa sisanya menjadi tercemar atau terpapar.

b. Berdasarkan pada wadah aerosol yang kedap udara, maka zat obat terlindung dari pengaruh yang tidak diinginkan akibat O2 dan kelembaban udara.

c. Pengobatan topikal dapat diberikan secara merata, melapisi kulit tanpa menyentuh daerah yang diobati.

d. Dengan formula yang tepat dan pengontrolan katup, bentuk fisik dan ukuran partikel produk yang dipancarkan dapat diatur yang mungkin mempunyai andil dalam efektivitas obat; contohnya, kabut halus yang terkendali dari aerosol inhalasi.

e. Penggunaan aerosol merupakan proses yang “bersih,” sedikit tidak memerlukan “pencucian” oleh pemakainya.

2. Kerugian

Harganya terlampau mahal

C. Komponen Aerosol

1. Wadah

Berbagai bahan yang telah digunakan dalam pembuatan wadah aerosol, termasuk (1) gelas, dilapisi atau tidak dilapisi plastik; (2) logam, termasuk kaleng yang disepuh dengan baja, aluminium dan baja tidak berkarat (stainless steel); dan (3) plastik. Pemilihan wadah untuk produk aerosol berdasarkan pada kemampuan penyesuaiannya terhadap cara pembuatan, ketercampurannya dengan komponen formula, kemampuannya untuk menahan tekanan yang diharapkan produk, kepentingannya dalam model dan daya tarik estetik pada bagian pembuatan pembiayaan.

Ini bukan untuk kerapuhan dan bahaya pecahnya, wadah gelas lebih dipilih untuk sebagian besar aerosol. Gelas mencegah lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh ketidak campuran secara kimia dengan formulasi daripada yang terjadi dengan wadah logam dan bukan menjadi sasaran karat. Gelas juga lebih dapat disesuaikan dengan kreativitas model. Segi negatifnya, wadah gelas harus direncanakan tepat untuk menghasilkan tekanan maksimum yang aman dari daya tahan tekan yang kuat. Lapisan plastik umum dipakai di permukaan luar wadah gelas untuk membuatnya lebih tahan terhadap kepecahan yang tidak disengaja, dan bila pecah, lapisan plastik mencegah penyebaran pecahan-pecahan gelas. Bila tekanan total sistem aerosol di bawah 25 psig dan tidak lebih dari 50% propelan digunakan, wadah gelas diperhitungkan cukup aman. Bila diperlukan, lapisan dalam wadah gelas dapat dilapisi, untuk membuatnya lebih tahan terhadap zat-zat kimia dari bahan-bahan formulasi.

Pada saat sekarang, wadah kaleng yang disepuh dengan baja yang paling banyak digunakan dari wadah logam untuk aerosol. Karena bahan awal yang digunakan dalam bentuk lapisan-lapisan, tabung aerosol yang lengkap dilipat dan dipatri untuk mendapatkan unit yang tertutup. Bila dikehendaki, lapisan penjaga khusus digunakan dalam wadah untuk mencegah berkarat dan interaksi antara wadah dan formula. Wadah harus dicoba hati-hati sebelum diisi. Untuk menjamin bahwa tidak ada kebocoran pada lipatan atau pada lapisan penjaga, yang akan membuat wadah lemah atau menjadi sasaran karat.

Wadah aluminium terbanyak dibuat dengan penjuluran atau dengan cara lain yang membuatnya tanpa lipatan. Wadah ini mempunyai keuntungan melebihi jenis wadah yang dilipat dalam hal keamanannya terhadap kebocoran, ketidakcampuran, dan karat. Baja tidak berkarat, digunakan untuk mendapatkan wadah aerosol volume kecil tertentu dimana dibutuhkan daya tahan yang besar terhadap zat-zat kimia. Keterbatasan pemakaian baja tidak berkarat ini adalah biayanya yang tinggi.

Wadah plastik tidak selalu berhasil baik sebagai pengemas aerosol karena sifatnya yang tidak ditembus oleh uap dalam wadah. Juga, interaksi tertentu obat plastik telah terjadi yang mempengaruhi pelepasan obat dari wadah dan menurunkan efektivitas produk.

2. Propelan

Propelan berfungsi memberikan tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan dari wadah dan dalam kombinasi dengan komponen lain mengubah bahan ke bentuk fisik yang diinginkan. Sebagai propelan digunakan gas yang dicairkan atau gas yang dimampatkan misalnya hidrokarbon, khususnya turunan fluoroklorometana, etana, butana dan pentana (gas yang dicairkan), CO2, N2, dan Nitrosa (gas yang dimampatkan).

Sistem propelan yang baik harus mempunyai tekanan uap yang tepat sesuai dengan komponen aerosol lainnya.

3. Konsentrat Mengandung Zat Aktif

Konsentrat zat aktif menggunakan pelarut pembantu untuk memperbaiki kelarutan zat aktif/zat berkhasiat atau formulasi dalam propelan, misalnya etanol, propilenglikol, PEG.

4. Katup Terpasang

Fungsi katup terpasang adalah untuk memungkinkan pelepasan isi wadah dari tabung dalam bentuk yang diinginkan dengan kecepatan yang diinginkan dan dengan adanya katup yang berukuran, dalam jumlah/dosis yang tepat. Bahan yang digunakan dalam pembuatan katup harus disetujui oleh FDA. Di antara bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan berbagai katup ialah plastik, karet, aluminium, dan baja tidak berkarat.

Katup aerosol terpasang biasanya terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :

a. Aktuator; Aktuator adalah konsep yang ditekankan oleh pemakai untuk mengaktifkan katup terpasang untuk pemancaran produk. Aktuator memungkinkan pembukaan dan penutupan katup dengan mudah. Ini terjadi lewat lubang pada aktuator dimana produk dilepaskan. Modal ruang dalam dan ukuran lubang pemancar di aktuator berperan pada bentuk fisik produk yang dilepas (kabut, semprotan halus, aliran zat padat, atau busa). Campuran jenis dan jumlah propelan yang digunakan, model aktuator dan ukuran mengontrol besarnya partikel produk yang dipancarkan. Lebih besar lubang (dan lebih sedikit propelan) yang digunakan untuk memancarkan produk dalam bentuk busa atau aliran padat dibandingkan untuk memancarkan produk dalam bentuk semprotan atau kabut.

b. Tangkai; Tangkai membantu aktuator dan pengeluaran produk dalam bentuk yang tepat ke ruangan aktuator.

c. Pengikat; Pengikat ditempatkan dengan tepat (pas) terhadap tangkai, untuk mencegah kebocoran formula bila katup pada posisi tertutup.

d. Pegas; Pegas memegang pengikat pada tempatnya dan juga merupakan mekanisme yang menarik kembali aktuator ketika tekanan dilepaskan, kemudian mengembalikan katup ke posisi semula.

e. Lengkungan bantalan; Lengkungan bantalan terikat pada tabung aerosol atau wadah, berperan dalam pemegangan katup ditempatkannya. Karena bagian bawah lengkung bantalan ini terkena formula, maka ia harus mendapat perhitungan atau pertimbangan yang sama dengan bagian dalam wadah, agar kriteria ketercampuran dipenuhi. Bila diperlukan, harus dilapisi dengan bahan yagn inert (seperti resin epoksi atau vinil) untuk mencegah interaksi yang tidak dikehendaki.

f. Badan; Badan terletak langsung di bawah lengkung bantalan berperan dalam menghubungkan pipa tercelup dengan tangkai dan aktuator. Bersama dengan tangkai, lubangnya membantu menentukan kecepatan pelepasan bentuk produk yang dikeluarkan.

g. Pipa tercelup; Pipa tercelup, memanjang dari badan menurun masuk ke dalam produk, berperan untuk membawa formula dari wadah ke katup. Kekentalan produk dan kecepatan penepasan yang dituju ditentukan oleh besarnya pelebaran dimensi (ukuran) dalam pipa tercelup dan badan untuk produk tertentu.

Aktuator, tangkai, badan, dan pipa tercelup umumnya dibuat dari plastik, lengkung bantalan dan pegas dari logam, pengikat dari karet atau plastik yang sebelumnya telah diteliti ketahanannya terhadap formula.

Katup pengukur digunakan bila formula adalah obat yang kuat, seperti pada terapi inhalasi. Di sini dipakai sistem katup pengukur, jumlah bahan yang dilepaskan diatur oleh ruang katup pembantu berdasarkan pada kapasitasnya atau ukurannya. Tekanan tunggal pada aktuator menyebabkan pengosongan ruangan ini dan pelepasan ini. Keutuhan ruang dikontrol oleh mekanisme dua katup. Bila katup aktuator pada posisi tertutup, penutup antara ruang dan udara luar diaktifkan. Akan tetapi, pada posisi ini ruangan dimungkinkan untuk diisi dengan isi dari wadah karena penutup antara ruang dengan wadah terbuka. Penekanan aktuator menyebabkan pembalikan secara serentak kedudukan penutup, ruang menjadi terbuka ke arah udara luar, melepaskan isinya dan pada waktu yang sama ruang tertutup terhadap isi wadah. Pada pelepasan aktuator, sistem dikembalikan untuk mendapatkan dosis berikutnya. USP memuat pemeriksaan penentuan jumlah yang dilepas katup pengukur secara kuantitatif.

Produk aerosol hampir seluruhnya mempunyai tutup pengaman atau penutup yang pas tepat di atas katup dan lengkung bantalan. Pemberian tutup ini untuk menjaga katup dari pengotoran debu dan kotoran. Tutup umumnya dibuat dari plastik atau logam dan juga memberi fungsi dekoratif.

DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Resep Untuk Sekolah Menengah Farmasi/SMK Farmasi, Cetakan Ketiga, Jakarta.

Departemen Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.

Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat.

Sumber : http://fharmacy.blogspot.com/2009/04/e-r-o-s-o-l.html

Thursday, October 7, 2010

SMS gratis

Sunday, September 26, 2010

Edit foto

Ternyata ada aja cara mengedit foto sehingga menjadi menarik, ini salah satunya yang saya ambil dari Picjoke.com







Wednesday, August 4, 2010

Masa Nifas

Masa Nifas

Banyak teori tentang masa nifas, ini hanya salah satu teori yang dapat dipakai sebagai rujukan atau pembanding teori yang sudah ada.

A. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 Minggu (Abdul Bari,2000:122).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti belum hamil. Lama masa nifas ini 6 – 8 Minggu (Mochtar, 1998: 115).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung lama kira-kira 6 Minggu (Sarwono Prawirohardjo, 2002: 122)

Ciri masa nifas ini adalah perubahan-perubahan yang dianggap normal dan harus terjadi untuk memenuhi sebagian dari fungsi masa nifas yaitu mengembalikan keadaan seperti sebelum masa hamil. Perubahan-perubahan yang normal dan harus terjadi adalah involusi, lochea dan adanya laktasi (Sarwono Prawiroharjo, 1999:239).

Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan sebelum hamil. Proses involusi tersebut terjadi karena autolisis, aktifitas otot-otot dan ischemia. Lochea menurut Christina adalah cairan yang keluar dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Cairan yang dikeluarkan dari uterus berasal dari placenta. Laktasi menurut Christina adalah pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Setelah partus, pengaruh hormon - hormon hipofisis kembali, antara lain Lactogenic Hormone (prolaktin). Mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan miopetelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga pengeluaran air susu dapat diproduksi (Sarwono Prawiroharjo, 1999:240).

B. Perubahan fisiologi

Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologis, menurut (Sarwono Prawiharjo, 2002), yakni:

1. Perubahan fisik.

Ibu post partum, banyak mengalami perubahan dalam tubuhnya, di antaranya perut menjadi lembek, dan dinding luar vagina membentuk lorong lunak. Penurunan berat badan yang nyata dalam Minggu pertama yang disebabkan kehilangan cairan, terutama melalui urinaria. Selain itu sebagai akibat pengosongan isi uterus dan kehilangan darah normal.

2. Involusi uteri dan pengeluaran lochea

Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri setinggi umbilikus dan berat uterus 1000 gram. Involusi uteri ini dari luar dapat diamati dengan memeriksa tinggi fundus uteri. Segera setelah placenta lahir, uterus masuk ke dalam rongga panggul dan fundus uteri dapat teraba dari dinding perut pertengahan symphisis pusat. Dalam waktu 2 - 4 jam setelah persalinan tinggi fundus uteri meningkat menjadi 2 cm di atas pusat (12 cm di atas symphisis pubis ). Selanjutnya tinggi fundus uteri menurun 1 cm (1 jari) tiap hari. Pada hari ke-7 pasca salin tinggi fundus uteri 5 cm di atas symphisis. Setelah post partum 12 hari, uterus biasanya sudah tidak bisa diraba melalui abdomen dan setelah 6 Minggu, ukurannya sudah kembali seperti ukuran tidak hamil yaitu setinggi 8 cm dengan berat 50 gram. Pada pengamatan selama 3 hari pasca peraslinan didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut : pertama penurunan fundus uteri cepat yang didapatkan hasil pengukuran ≤ 9 cm dan ke dua penurunan fundus uteri lambat yang didapatkan hasil pengukuran > 9 cm.

Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan ischemia pada lokasi perlekatan placenta (placental site) sehingga jaringan perlekatan antara placenta dan dinding uterus nekrosis dan lepas. Pengawasan terhadap tingginya fundus uteri pada hari-hari pertama setelah melahirkan terutama ditunjukan apakah ada pendarahan. Bila ada, fundus uteri juga akan lebih tinggi bila ada kandung kemih yang penuh. Oleh karena itu sangat penting dalam mengawasi tingginya fundus uteri, sekaligus mengawasi pula keadaan kandung kemih. Pengawasan fundus uteri dan kontraksi uterus ini dilakukan pada waktu merawat vulva, memandikan penderita atau pada waktu penderita buang air kecil atau buang air besar. Kontraksi uterus kuat : bila uterus menjadi bundar dan keras seperti batu, kontraksi uterus lemah : bila uterus lembek tidak keras seperti batu menjadi lebih tinggi dari tempatnya semula.

Lochea adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas (Yandra, 2009).

Jumlah dan warna lochea akan berkurang secara progresif.

a. Lochea rubra (hari 1 - 4) : Jumlahnya sedang, berwarna, merah dan terutama darah.

b. Lochea sanguinolenta (hari 4 - 7) : Jumlahnya berkurang, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir (hemorerora).

c. Lochea serosa (hari 7 - 14) : Jumlahnya sedikit, berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi.

d. Lochea alba (setelah 2 minggu) : Cairan berwarna putih.

e. Lochea purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.

f. Lochea stasis : Lochea tidak lancar keluarnya.

3. Laktasi / pengeluaran air susu ibu

Pembentukan Air Susu Ibu (ASI) dipengaruhi zat hormon prolaktin yang berasal dari bagian depan kelenjar umbi. Selama terbentuk zat hormon estrogen oleh uji maka pembentukan prolaktin terhambat. Dengan berhentinya pengaruh estrogen setelah persalinan, maka produksi prolaktin meningkat yang menyebabkan kelenjar-kelenjar buah dada membentuk ASI. Pada hari pertama dan kedua ASI belum dibentuk tetapi air susu jolong dan pada hari ke 3 – 4 setelah persalinan pembentukan ASI baru dimulai. Hormon oksitosin memegang peranan penting dalam mekanisme pengeluaran ASI.

4. Perubahan sistem tubuh lainnya

Setelah terjadi deuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal di hari ke – 5.

5. Endometrium

Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi placenta. Pada hari pertama masa nifas, endometrium yang kira-kira 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan waktu 2-3 Minggu (Sarwono Prawiroharjo, 1999 : 206).

6. Ligament-ligament

Sarwono (1999) mengatakan ligament dan diaphragma pelvis yang meregang waktu melahirkan, setelah janin lahir berangsur-angsur ciut dan pulih kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligament rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena ligament fascia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu atau senam nifas.

C. Faktor- Faktor Ibu Yang Mempengaruhi Involusi Uteri

1. Status gizi

Gizi yang dikonsumsi lewat alat pencernaan diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam darah diedarkan ke seluruh tubuh. Fungsi gizi secara umum adalah sebagai sumber tenaga, menyokong pertumbuhan sel, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan tubuh serta berperan sebagai mekanisme pertahanan terhadap penyakit. Ibu yang mengalami status gizi kurang maka fungsi nutrisi seperti disebutkan di atas tidak dapat terpenuhi. Apalagi pada ibu pasca salin yang mana akan mengalami proses pemulihan alat-alat kandungan serta persiapan untuk laktasi sehingga dibutuhkan tambahan energi. Bila status gizinya kurang, maka zat nutrisi yang terdapat pada ASI juga kurang, dan proses pertumbuhan serta pemeliharaan jaringan terutama untuk mengganti kerusakan sel-sel pada genetalia interna dan ekterna akibat proses kehamilan maupun persalinan juga mengalami gangguan, sehingga pengembalian alat-alat kandungan menjadi terlambat. Status gizi yang kurang pada ibu pasca salin, maka pertahanan tubuh akan jauh berkurang atau tidak ada sama sekali, sehingga sistem pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri atas kelompok infiltrate sel bulat, yang bermanfaat untuk mengadakan pertahanan terhadap penyerbuan kuman-kuman, serta menghilangkan jaringan-jaringan nekrotis tidak dapat berfungsi optimal. Keadaan ini akan memudahkan terjadinya infeksi nifas dan menghambat involusi uterus.

Status gizi adekuat akan mempercepat pemulihan kesehatan ibu pasca salin dan pengembalian kekuatan otot-ototnya menjadi lebih cepat serta akan meningkatkan kualitas maupun kuantitas ASInya. Disamping itu juga ibu pasca salin akan lebih mampu menghadapi serangan kuman-kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas (Sarwono 1999 : 210).

2. Parietas (jumlah anak)

Parietas mempengaruhi involusi uterus. Otot-otot yang terlalu sering teregang maka elastisitasnya berkurang. Dengan demikian untuk mengembalikan ke keadaan semula setelah teregang memerlukan waktu yang lama. Involusi uterus bervariasi pada ibu pasca salin dan biasanya pada ibu yang parietasnya tinggi proses involusinya menjadi lebih lambat. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan uterusnya, karena semakin sering hamil uterus juga sering kali mengalami regangan (Kapita Selekta Kedokteran, 1999 : 136).

3. Usia

Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan. Pada proses penuaan akan terjadi perubahan metabolisme yaitu terjadi peningkatan jumlah lemak, penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein dan karbohidrat. Dengan adanya penurunan regangan otot akan mempengaruhi pengecilan otot rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan ibu yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang lebih baik. Involusi uteri terjadi oleh karena proses autolysis dimana zat protein dinding rahim dipecah, diserap dan kemudian dibuang bersama air kencing. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan penyerapan protein pada proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi uterus. Selain itu juga adanya penurunan regangan otot dan peningkatan jumlah lemak akan menjadikan semakin lambat proses involusi uterus (Kuliahbidan, 2008).

4. Pendidikan

Pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur teknik dan teori (Notoatmodjo, 1996 : 127).

Senam nifas merupakan suatu prosedur yang terdiri dari beberapa langkah yang harus dilakukan dengan sistematis. Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003 : 129) agar seseorang dapat melakukan suatu prosedur dengan baik harus sudah ada pada tingkat pengetahuan aplikasi. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya.

Berdasarkan uraian di atas semakin tinggi pendidikan semakin baik pula dalam mengaplikasikan materi senam nifas yang diperoleh. Ibu pasca salin yang berpendidikan tinggi akan lebih baik melaksanakan senam nifas dibandingkan dengan yang pendidikannya rendah sehingga involusi uterus akan lebih baik pada ibu yang berpendidikan tinggi.

5. Menyusui

Setelah persalinan, pengaruh menekan estrogen dan progesterone terhadap hipofise hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofise kembali antara lain prolaktin. Payudara yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi dengan akibat kelenjarnya berisi air susu. Isapan bayi, air susu dikeluarkan. Prosesnya adalah waktu bayi mengisap otot-otot polos pada putting susu terangsang, rangsangan ini oleh syaraf diteruskan ke otak. Kemudian otak memerintahkan kelenjar hipofise bagian belakang mengeluarkan hormon oksitosin yang dibawa ke otot-otot polos pada buah dada, sehingga otot-otot polos pada buah dada berkontraksi. Dengan kontraksinya otot-otot ini ASI dikeluarkan dan dalam sel acini terjadi produksi ASI lagi. Hormon oksitosin tersebut bukan saja mempengaruhi otot-otot polos buah dada tetapi juga otot-otot polos pada uterus berkontraksi lebih baik lagi, dengan demikian involusi uteri lebih cepat dan pengeluaran lochea lebih lancer. Itulah sebabnya pada ibu yang menyusui involusi uterusnya berlangsung lebih cepat daripada tidak menyusui (Sarwono, 2000 : 208).

Labels: