Wednesday, August 4, 2010

Masa Nifas

Masa Nifas

Banyak teori tentang masa nifas, ini hanya salah satu teori yang dapat dipakai sebagai rujukan atau pembanding teori yang sudah ada.

A. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 Minggu (Abdul Bari,2000:122).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti belum hamil. Lama masa nifas ini 6 – 8 Minggu (Mochtar, 1998: 115).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung lama kira-kira 6 Minggu (Sarwono Prawirohardjo, 2002: 122)

Ciri masa nifas ini adalah perubahan-perubahan yang dianggap normal dan harus terjadi untuk memenuhi sebagian dari fungsi masa nifas yaitu mengembalikan keadaan seperti sebelum masa hamil. Perubahan-perubahan yang normal dan harus terjadi adalah involusi, lochea dan adanya laktasi (Sarwono Prawiroharjo, 1999:239).

Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan sebelum hamil. Proses involusi tersebut terjadi karena autolisis, aktifitas otot-otot dan ischemia. Lochea menurut Christina adalah cairan yang keluar dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Cairan yang dikeluarkan dari uterus berasal dari placenta. Laktasi menurut Christina adalah pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Setelah partus, pengaruh hormon - hormon hipofisis kembali, antara lain Lactogenic Hormone (prolaktin). Mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan miopetelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga pengeluaran air susu dapat diproduksi (Sarwono Prawiroharjo, 1999:240).

B. Perubahan fisiologi

Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologis, menurut (Sarwono Prawiharjo, 2002), yakni:

1. Perubahan fisik.

Ibu post partum, banyak mengalami perubahan dalam tubuhnya, di antaranya perut menjadi lembek, dan dinding luar vagina membentuk lorong lunak. Penurunan berat badan yang nyata dalam Minggu pertama yang disebabkan kehilangan cairan, terutama melalui urinaria. Selain itu sebagai akibat pengosongan isi uterus dan kehilangan darah normal.

2. Involusi uteri dan pengeluaran lochea

Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri setinggi umbilikus dan berat uterus 1000 gram. Involusi uteri ini dari luar dapat diamati dengan memeriksa tinggi fundus uteri. Segera setelah placenta lahir, uterus masuk ke dalam rongga panggul dan fundus uteri dapat teraba dari dinding perut pertengahan symphisis pusat. Dalam waktu 2 - 4 jam setelah persalinan tinggi fundus uteri meningkat menjadi 2 cm di atas pusat (12 cm di atas symphisis pubis ). Selanjutnya tinggi fundus uteri menurun 1 cm (1 jari) tiap hari. Pada hari ke-7 pasca salin tinggi fundus uteri 5 cm di atas symphisis. Setelah post partum 12 hari, uterus biasanya sudah tidak bisa diraba melalui abdomen dan setelah 6 Minggu, ukurannya sudah kembali seperti ukuran tidak hamil yaitu setinggi 8 cm dengan berat 50 gram. Pada pengamatan selama 3 hari pasca peraslinan didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut : pertama penurunan fundus uteri cepat yang didapatkan hasil pengukuran ≤ 9 cm dan ke dua penurunan fundus uteri lambat yang didapatkan hasil pengukuran > 9 cm.

Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan ischemia pada lokasi perlekatan placenta (placental site) sehingga jaringan perlekatan antara placenta dan dinding uterus nekrosis dan lepas. Pengawasan terhadap tingginya fundus uteri pada hari-hari pertama setelah melahirkan terutama ditunjukan apakah ada pendarahan. Bila ada, fundus uteri juga akan lebih tinggi bila ada kandung kemih yang penuh. Oleh karena itu sangat penting dalam mengawasi tingginya fundus uteri, sekaligus mengawasi pula keadaan kandung kemih. Pengawasan fundus uteri dan kontraksi uterus ini dilakukan pada waktu merawat vulva, memandikan penderita atau pada waktu penderita buang air kecil atau buang air besar. Kontraksi uterus kuat : bila uterus menjadi bundar dan keras seperti batu, kontraksi uterus lemah : bila uterus lembek tidak keras seperti batu menjadi lebih tinggi dari tempatnya semula.

Lochea adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas (Yandra, 2009).

Jumlah dan warna lochea akan berkurang secara progresif.

a. Lochea rubra (hari 1 - 4) : Jumlahnya sedang, berwarna, merah dan terutama darah.

b. Lochea sanguinolenta (hari 4 - 7) : Jumlahnya berkurang, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir (hemorerora).

c. Lochea serosa (hari 7 - 14) : Jumlahnya sedikit, berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi.

d. Lochea alba (setelah 2 minggu) : Cairan berwarna putih.

e. Lochea purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.

f. Lochea stasis : Lochea tidak lancar keluarnya.

3. Laktasi / pengeluaran air susu ibu

Pembentukan Air Susu Ibu (ASI) dipengaruhi zat hormon prolaktin yang berasal dari bagian depan kelenjar umbi. Selama terbentuk zat hormon estrogen oleh uji maka pembentukan prolaktin terhambat. Dengan berhentinya pengaruh estrogen setelah persalinan, maka produksi prolaktin meningkat yang menyebabkan kelenjar-kelenjar buah dada membentuk ASI. Pada hari pertama dan kedua ASI belum dibentuk tetapi air susu jolong dan pada hari ke 3 – 4 setelah persalinan pembentukan ASI baru dimulai. Hormon oksitosin memegang peranan penting dalam mekanisme pengeluaran ASI.

4. Perubahan sistem tubuh lainnya

Setelah terjadi deuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal di hari ke – 5.

5. Endometrium

Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi placenta. Pada hari pertama masa nifas, endometrium yang kira-kira 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan waktu 2-3 Minggu (Sarwono Prawiroharjo, 1999 : 206).

6. Ligament-ligament

Sarwono (1999) mengatakan ligament dan diaphragma pelvis yang meregang waktu melahirkan, setelah janin lahir berangsur-angsur ciut dan pulih kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligament rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena ligament fascia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu atau senam nifas.

C. Faktor- Faktor Ibu Yang Mempengaruhi Involusi Uteri

1. Status gizi

Gizi yang dikonsumsi lewat alat pencernaan diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam darah diedarkan ke seluruh tubuh. Fungsi gizi secara umum adalah sebagai sumber tenaga, menyokong pertumbuhan sel, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan tubuh serta berperan sebagai mekanisme pertahanan terhadap penyakit. Ibu yang mengalami status gizi kurang maka fungsi nutrisi seperti disebutkan di atas tidak dapat terpenuhi. Apalagi pada ibu pasca salin yang mana akan mengalami proses pemulihan alat-alat kandungan serta persiapan untuk laktasi sehingga dibutuhkan tambahan energi. Bila status gizinya kurang, maka zat nutrisi yang terdapat pada ASI juga kurang, dan proses pertumbuhan serta pemeliharaan jaringan terutama untuk mengganti kerusakan sel-sel pada genetalia interna dan ekterna akibat proses kehamilan maupun persalinan juga mengalami gangguan, sehingga pengembalian alat-alat kandungan menjadi terlambat. Status gizi yang kurang pada ibu pasca salin, maka pertahanan tubuh akan jauh berkurang atau tidak ada sama sekali, sehingga sistem pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri atas kelompok infiltrate sel bulat, yang bermanfaat untuk mengadakan pertahanan terhadap penyerbuan kuman-kuman, serta menghilangkan jaringan-jaringan nekrotis tidak dapat berfungsi optimal. Keadaan ini akan memudahkan terjadinya infeksi nifas dan menghambat involusi uterus.

Status gizi adekuat akan mempercepat pemulihan kesehatan ibu pasca salin dan pengembalian kekuatan otot-ototnya menjadi lebih cepat serta akan meningkatkan kualitas maupun kuantitas ASInya. Disamping itu juga ibu pasca salin akan lebih mampu menghadapi serangan kuman-kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas (Sarwono 1999 : 210).

2. Parietas (jumlah anak)

Parietas mempengaruhi involusi uterus. Otot-otot yang terlalu sering teregang maka elastisitasnya berkurang. Dengan demikian untuk mengembalikan ke keadaan semula setelah teregang memerlukan waktu yang lama. Involusi uterus bervariasi pada ibu pasca salin dan biasanya pada ibu yang parietasnya tinggi proses involusinya menjadi lebih lambat. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan uterusnya, karena semakin sering hamil uterus juga sering kali mengalami regangan (Kapita Selekta Kedokteran, 1999 : 136).

3. Usia

Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan. Pada proses penuaan akan terjadi perubahan metabolisme yaitu terjadi peningkatan jumlah lemak, penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein dan karbohidrat. Dengan adanya penurunan regangan otot akan mempengaruhi pengecilan otot rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan ibu yang mempunyai kekuatan dan regangan otot yang lebih baik. Involusi uteri terjadi oleh karena proses autolysis dimana zat protein dinding rahim dipecah, diserap dan kemudian dibuang bersama air kencing. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan penyerapan protein pada proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi uterus. Selain itu juga adanya penurunan regangan otot dan peningkatan jumlah lemak akan menjadikan semakin lambat proses involusi uterus (Kuliahbidan, 2008).

4. Pendidikan

Pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur teknik dan teori (Notoatmodjo, 1996 : 127).

Senam nifas merupakan suatu prosedur yang terdiri dari beberapa langkah yang harus dilakukan dengan sistematis. Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003 : 129) agar seseorang dapat melakukan suatu prosedur dengan baik harus sudah ada pada tingkat pengetahuan aplikasi. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya.

Berdasarkan uraian di atas semakin tinggi pendidikan semakin baik pula dalam mengaplikasikan materi senam nifas yang diperoleh. Ibu pasca salin yang berpendidikan tinggi akan lebih baik melaksanakan senam nifas dibandingkan dengan yang pendidikannya rendah sehingga involusi uterus akan lebih baik pada ibu yang berpendidikan tinggi.

5. Menyusui

Setelah persalinan, pengaruh menekan estrogen dan progesterone terhadap hipofise hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofise kembali antara lain prolaktin. Payudara yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi dengan akibat kelenjarnya berisi air susu. Isapan bayi, air susu dikeluarkan. Prosesnya adalah waktu bayi mengisap otot-otot polos pada putting susu terangsang, rangsangan ini oleh syaraf diteruskan ke otak. Kemudian otak memerintahkan kelenjar hipofise bagian belakang mengeluarkan hormon oksitosin yang dibawa ke otot-otot polos pada buah dada, sehingga otot-otot polos pada buah dada berkontraksi. Dengan kontraksinya otot-otot ini ASI dikeluarkan dan dalam sel acini terjadi produksi ASI lagi. Hormon oksitosin tersebut bukan saja mempengaruhi otot-otot polos buah dada tetapi juga otot-otot polos pada uterus berkontraksi lebih baik lagi, dengan demikian involusi uteri lebih cepat dan pengeluaran lochea lebih lancer. Itulah sebabnya pada ibu yang menyusui involusi uterusnya berlangsung lebih cepat daripada tidak menyusui (Sarwono, 2000 : 208).

Labels: